di sini tempatnya resensi
resensi apa yang kita temui sehari2
Senin, 26 Desember 2016
Xiaomi Redmi 3S
spesifikasinya cukup mumpuni untuk hape yang dibandrol di harga sekitar 2,250 juta rupiah, sekitar USD 169.14. spesifikasi yang diusung diantaranya adalah: prosesor besutan
Snapdragon 430 octa-core processor 1.4GHz max, Adreno 505 GPU, 3GB LPDDR3 RAM
32GB eMMC 5.1 flash, slot up to 128GB expandable microSD (VFAT format), batere 4000mAh (min) / 4100mAh(typ), dan fitur Fingerprint sensor.
fitur yang sangat penting untuk operasional keseharian adalah batre yang besar, memory yang besar, dan fasilitas penyimpanan yang besar. karena sekarang penggunaan memory dan disk cukup rakus. bagian menarik dari perangkat ini adalah slot simcard kedua (nano) yang hybrid dengan memory card (MMC). menarik sekali, dia mampu membaca digunakan untuk simcard atau untuk memory card. cukup efektif ruang.
kelebihan dari HP ini adalah dengan harga yang murah, kita bisa mendapatkan spesifikasi HP di rentang harga 4 jutaan.
kelemahan dari HP ini adalah kamera-nya yang kurang tajam.
Ayah, Andrea Hirata
"ada luka tersisa, saat kuselesaikan membaca kata terakhir pada novel ini'
Andrea Hirata kembali hadir dalam kisah menarik dari sebuah kampung Belantik, di Belitong. Ayah, sebuah novel fiksi setebal kurang lebih 412 halaman ini.
Andrea, kembali membawa kita ke dalam kisah sederhana sarat makna yang penuh dengan perjuangan yang tidak bisa dikatakan mudah bagi semua orang. Menceritakan tentang kisah seorang Sabari yang begitu terpukau pada Lena (Marlena) sebagai cinta pertama dan terakhirnya. Sabari yang menanggung duka begitu dalam karena begitu dibenci oleh orang yang dicintainya. Kesetiaan tanpa batas ditunjukkan Sabari dengan tidak mencintai orang lain selain si "purnama ke-dua belas".
Alur kisah menarik diceritakan dalam balutan dongeng yang relatif rumit dan baru dapat dimengerti setelah melalui 2/3 isi buku yang terdiri dari 67 bagian cerita.
Andrea kembali memberikan sentuhan magis-nya ke dalam potongan-potongan cerita yang seolah-olah tidak berhubungan antara satu dengan lain, namun luar biasa, dibagian akhir ia menyerahkan kesimpulan pengkisahan dan penilaian tentang karakter pada pembacanya. Menarik dan begitu melarutkan pembacanya dalam kisah hingga tak mau beranjak.
Takjub ke dalam pengkisahan yang dirangkai, membuat pembacanya tak henti-henti untuk terus penasaran dengan kisah apa yang akan selanjutnya terjadi. Kisah pedih yang dialami oleh Sabari yang harus terpisah dari anaknya (Amiru alias Zorro) mampu diselingi canda dan senyum kecil saat membayangkan keberadaan dua sahabat kocak (raskal) Sabari yaitu Ukun dan Tamat.
Sebuah novel yang memang layak untuk dinikmati, baik dengan secangkir kopi hitam ataupun teh hangat.
Rabu, 20 April 2016
Di Bawah Lindungan Ka'bah
Di Bawah Lindungan Ka'bah, HAMKA |
[No. 002]
Judul: Di Bawah Lindungan Ka’bah
Penulis: HAMKA
Penerbit: Bulan Bintang
Cetakan: 22, 1995
Tebal; Ukuran: 64 halaman; 21 cm
ISBN 979-418-063-7
Sebuah kisah cinta memang tak akan pernah hilang indahnya, baik itu berakhir bahagia apalagi jika berakhir duka. Setiap perjalanan terjal berliku akan menjadi fragmen-fragmen utuh yang akan menjadi bagian-bagian yang tidak bisa dilepaskan satu dari lainnya. Jika italia memiliki Romeo dan Juliet, maka buku ini akan berkisah tentang perjalanan cinta dari ranah minang antara Zainab dan Hamid.
Kisah cinta dalam buku ini diceritakan begitu lekat dengan adat, begitu rapat dengan aturan agama. Bukan sebuah kisah cinta bebas sebagaimana kebiasaan cinta remaja sekarang, betapa sulit berkomunikasi bahkan hanya sekedar berkirim surat. Ada sekat tipis yang begitu tinggi di antara keduanya, begitu manis tutur kata dan bahasa tertulis dalam cerita ini. Diksi yang memukau dari seorang sastrawan ranah minang, HAMKA. Buku yang terdiri dari 13 bab ini adalah kisah perjalanan cinta sang lakon utama pada kisah cinta perih ini. Sungguh menarik gaya penyampaian kisah pada buku ini, dengan menggunakan pihak ketiga sebagai penutur kisah.
Kisah ini diawali dengan perkenalan antara sang penutur dengan seorang sahabat baru di Mekah, yaitu Hamid, tokoh sentral dalam kisah ini. Dua bab di awal menjelaskan ihwal perkenalan mereka berdua hingga berujung pada datangnya seorang sahabat baru, Saleh. Saleh singgah di Mekah Madinah dalam perjalanan dari tanah Sumatera ke Mesir untuk melanjutkan pelajarannya. Hamid diperkenalkan sebagai tokoh yang begitu santun dan ta’at beribadah serta berhati tenang. Namun kedatangan Saleh mengubah segalanya. Mengubah semua hari-hari yang biasa dijalani oleh Hamid.
Diawali pada bab 2, bagian ini kemudian berisi tentang kisah hidup seorang Hamid. Diawali dengan bagaimana ia menjadi yatim, menjalani hari-hari yang penuh duka hingga pada akhirnya ia dipertemukan dengan seorang tokoh masyarakat yang bernama Haji Ja’far, kemudian menjadi tokoh yang menjadi panutan serta tautan hidupnya dan ibunya. Haji Ja’far memiliki seorang anak perempuan bernama Zainab. Berawal dari pergaulan hubungan kakak-adik, benih-benih cinta antara Hamid dan Zainab mulai tumbuh tanpa terasa. Kisah cinta mereka tidak bisa diterima adat, karena adanya perbedaan kelas sosial, namun demikian mereka dapat tumbuh bersama di bawah perlindungan Haji Ja’far.
Bab 5, kisah diawali dengan meninggalnya Haji Ja’far yang mengubah kisah hidup Hamid dan Zainab. Mereka tak dapat lagi sering bertemu, mereka kini harus menjadi asing karena Hamid tak bisa tinggal lagi di lingkungan yang sama dengan Zainab. Kisah cinta Hamid dan Zainab untuk pertama kalinya terungkap oleh Ibu Hamid yang tak lama kemudian meninggal karena sakit. Percintaan mereka semakin terlarang ketika Mak Asiah, Ibu Zainab hendak mempertalikan Zainab dengan kemenakannya yang lain, Hamid yang sudah dianggap sebagai Abang di keluarga itu tak mampu berkata-kata ketika dimintakan pendapatnya. Ia hanya bisa menyetujui tanpa memiliki kekuatan untuk mengakui bahwa ia mencintai seseorang yang sudah ia anggap sebagai adiknya.
Bab 7, berkisah tentang perjalanan Hamid yang menjauh dari tanah Minang untuk mengobati luka hatinya, perjalanannya diawali ke Medan, Singapura, Bangkok, Hindustan, Karachi, Basrah, Irak, hingga akhirnya tiba di Mekah.
Bab 8-9, kedatangan Saleh ke tanah mekah membawa kisah yang tak kurang mengejutkan bagi Hamid. Setelah sekian lama, saat itu adalah pertama kalinya Hamid mendengar kembali nama Zainab dalam hidupnya. Hadirnya kembali kisah Zainab yang telah lama hilang dalam hidupnya membawa banyak sekali harapan dalam kehidupan Hamid.
Bab 10, berkisah tentang surat-surat antara Zainab dan Hamid, melalui perantara Saleh dan Rosna (sahabat Zainab yang menjadi istri Soleh). Begitu indah kisah yang tertuang dalam surat mereka berdua, diiringi dengan kedukaan karena ternyata terungkap bahwa Zainab sakit-sakitan, sepeninggal Hamid sejak waktu yang lampau.
Bab 11-12, berita duka tiba di Mekah dari Tanah Air, yang dicinta telah mendahului Hamid. Terpukul dan tersungkur ia, hingga tak lama kemudian ia pun menyusul ke haribaan.
Bab 13, menggambarkan bagaimana kota mekah kemudian, sebelum kedua sahabat berpisah.
HAMKA begitu apik menceritakan setiap kisah dalam buku ini. Pemilihan kata yang indah namun mudah dimengerti. Tak sedikit orang yang mengagungkan bagaimana HAMKA menggubah kisah ini menjadi sebuah cerita yang mungkin tak akan pernah lekang dari dunia persastraan Indonesia. Di Bawah Lindungan Ka’bah menjadi sebuah model betapa agungnya adat di dunia kebudayaan –percintaan- tanah air kita.
Tak salah rasanya jika para pemuda pemudi membaca buku ini, agar mereka bisa berkaca bagaimana agungnya menjaga rasa dan kehormatan, sekalipun rasa cinta begitu menggebu dalam dada. Mencintai bukan hanya sekedar meluapkan perasaan, tapi bagaimana menjaga iman. Jika kita baca setiap kata-kata dalam buku ini, begitu lekat perasaan mendalam yang tertanam di dalamnya. Luka akibat beratnya menjaga kesucian cinta dalam balutan iman menjadi spirit utama penulisan buku ini, bukan hanya sekedar cinta yang berakhir duka.
Tokoh: Hamid, Zainab, Saleh, Rosna, Haji Ja’far, Mak Asiah
Senin, 11 April 2016
Sejarah Gedung Sate
[No. 001]
Judul: Sejarah Gedung Sate (The History of Gedung Sate) –bilingual-
Penulis:
Penerbit: Biro Humas, Protokol & Umum, Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat
Cetakan: n/a, 2013
Tebal & Ukuran: 32 halaman & (15,5 x 24) cm
Setiap kota pasti memiliki landmark, apalagi jika landmark kota tersebut termahsyur hingga ke daratan eropa, Gedung sate, sebuah gedung yang bukan hanya berfungsi sebagai pusat pemerintahan provinsi jawa barat, tetapi juga sebagai landmark dan etalase kota Bandung.
Buku sejarah gedung sate hadir sebagai salah satu sumber informasi tentang gedung yang monumental ini. diterbitkan oleh divisi humas dan protokoler sekda provinsi jabar dengan ukuran yang mudah dibawa dan dibaca sehingga memudahkan pembaca untuk menangkap informasi tentang gedung yang dikenal juga dengan istilah gedung gebe ini.
Pada bagian pertama disampaikan bahwa gedung sate didirikan pada 27 juli 1920 dan diperuntukkan sebagai pusat pemerintahan (Gouvernments Bedrijven), dari sinilah istilah Gedung GB (gebe) muncul. Hal ini dikarenakan pemerintah belanda menetapkan bandung sebagai pusat pemerintahan (ibu kota) negeri jajahannya di Indonesia. Perencanaan GB diketuai oleh Kolonel (purn) V.L. Slors dengan anggota Ir. J. Berger, lt. Eh. De Roo, dan In G. Hendriks, serta pihak Gemeete van Bandoeng. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Johana Cath. Coops, putri sulung walikota Bandung Saat itu, B, Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia. Pembangunan GB melibatkan 2000 pekerja, yang 150 diantaranya adalah pemahat atau ahli bongpay pengukir batu nisan yang didatangkan dari Konghu atau Kanton. sisanya, pekerja bangunan yang berpengalaman dalam membangun kampus ITB. Pembangunan GB dilakukan selama 4 tahun.
Pada bagian kedua dijelaskan tentang arsitektur gedung sate yang ternyata merupakan hasil pemilihan pemerintah belanda terhadap usulan-usulan para arsitek saat itu. Karya dengan nuansa wajah arsitektural tradisional milik Ir. J. Berger merupakan karya terpilih. Pilihan itu tak lepas dari masukan maestro arsitek belanda Dr. Hendrik Petrus Berlage. Bahkan dua arsitek belanda Cor Pashier dan Jan Wittenberg mengatakan bahwa GEdung Sate adalah gaya hasil eksperimen indah yang mengarah pada gaya arsitektur Indo Eropa (Indo Europeeschen architectuur Stijl). Seorang D. Ruhl dalam bukunya "Bandoeng en haar Hoogvlakte" (1952) menyatakan bahwa "Gedung sate adalah bangunan terindah di Indonesia (het mooistr gebouw van indonesie)". Tokoh lain yang juga menyampaikan kesannya terhadap gedung sate diantaranya adalah Dr. H.P. Berlage, Slamet Wirasonjaya, dan Haryoto Kunto. Dari sisi konstruksi, bangunan gedung sate lebih banyak menggunakan batu alam dan bata dibanding beton, namun karena proses pembangunannya ditangani secara profesional, bangunan tersebut masih kokoh hingga saat ini. Batu bahan utama pembangun gedung diambil dari kawasan perbukitan batu Arcamanik san gunung manglayang yang diangkut melalui kereta gantung hingga Cihaurgeulis sebelum diangkut menggunakan lori ke lokasi pembangunan. Tahun 1924, Gedung sate digunakan oleh departemen lalu lintas dan pekerjaan umum. Pembangunan pusat pemerintahan dihentikan karena resesi ekonomi. Pada tahun 1945, terjadi peperangan dengan adanya korban 7 orang pemuda saat mempertahankan gedung sate dari pasukan gurkha, dan untuk mengenang mereka, dibuatkan monumen.
Pada bagian ketiga, disampaikan mengenai gedung sate di masa kini. Gedung sate menjadi pusat pemerintahan setelah pusat pemerintahan dipindahkan dari Gedung Kertamukti dekat Jalan Braga sejak tahun 1980 hingga kini. Renovasi terus dilakukan untuk menjaga keindahan gedung ini, karena selain pusat pemerintahan juga digunakan untuk menerima tamu negara. Taman-taman di sekitar gedung sate tetap dirawat agar tetap menunjang keindahan gedung sate.
Setiap bagian dalam buku ini hadir untuk memberikan penjelasan dengan alur yang mudah, sejarah pendirian, proses pendirian/pembangunan hingga pemanfaatannya. buku ini dikemas sedemikian rupa agar pembaca mudah menangkap dan mendapatkan informasi yang penting tentang gedung sate.
Banyak buku lain yang juga mengupas tentang gedung sate, tapi yang menjadi menarik adalah mengapa jumlah anak sate di atas gedung ini ada 6 buah, pada buku ini disampaikan bahwa hal tersebut berasal dari 6 juta gulden pembiayaan kompleks gedung ini. masih banyak hal yang menarik tentang gedung sate ini, namun setidaknya buku ini hadir sebagai sumber informasi dasar yang harus diketahui tentang gedung sate.
@roisz
Rabu, 06 April 2016
Buku Tulis Matematika
Anak Juga Manusia, sebuah catatan
@anakjugamanusia
@nourabooks
Supra Fit
Motor ini cukup sederhana, tidak ada rem cakram, pakai tromol depan dan belakang. Konsumsi bahan bakarnya terbilang cukup hemat, mungkin karena ukuran cc-nya yang juga kecil, 100cc. Dugaan saya, motor ini memang diciptakan ekonomis, sesuai dengan namanya, Fit.
Sekarang motor ini ada di Ciamis, saya pakai kalau sedang berlibur ke rumah neneknya anak-anak. Sangat berperan besar karena memang tidak ada kendaraan lain lagi, mempermudah mobilitas kalau kesana kemari. Mulai dari ke pasar sampai jelajah kuliner lokal.
Ke depannya, saya pengen ganti knalpotnya karena sudah mulai berkarat, mungkin dengan knalpot racing tapi nyaman di kuping. Walau sebelumnya -ganti knalpot-, saya pengen benahi dulu area depannya (leher dan kepala), agar ia lebih nyaman dipakai sehari-hari.