Senin, 26 Desember 2016

Ayah, Andrea Hirata

"ada luka tersisa, saat kuselesaikan membaca kata terakhir pada novel ini'


Andrea Hirata kembali hadir dalam kisah menarik dari sebuah kampung Belantik, di Belitong.  Ayah, sebuah novel fiksi setebal kurang lebih 412 halaman ini.

Andrea, kembali membawa kita ke dalam kisah sederhana sarat makna yang penuh dengan perjuangan yang tidak bisa dikatakan mudah bagi semua orang. Menceritakan tentang kisah seorang Sabari yang begitu terpukau pada Lena (Marlena) sebagai cinta pertama dan terakhirnya. Sabari yang menanggung duka begitu dalam karena begitu dibenci oleh orang yang dicintainya. Kesetiaan tanpa batas ditunjukkan Sabari dengan tidak mencintai orang lain selain si "purnama ke-dua belas".

Alur kisah menarik diceritakan dalam balutan dongeng yang relatif rumit dan baru dapat dimengerti setelah melalui 2/3 isi buku yang terdiri dari 67 bagian cerita.

Andrea kembali memberikan sentuhan magis-nya ke dalam potongan-potongan cerita yang seolah-olah tidak berhubungan antara satu dengan lain, namun luar biasa, dibagian akhir ia menyerahkan kesimpulan pengkisahan dan penilaian tentang karakter pada pembacanya. Menarik dan begitu melarutkan pembacanya dalam kisah hingga tak mau beranjak.

Takjub ke dalam pengkisahan yang dirangkai, membuat pembacanya tak henti-henti untuk terus penasaran dengan kisah apa yang akan selanjutnya terjadi. Kisah pedih yang dialami oleh Sabari yang harus terpisah dari anaknya (Amiru alias Zorro) mampu diselingi canda dan senyum kecil saat membayangkan keberadaan dua sahabat kocak (raskal) Sabari yaitu Ukun dan Tamat.

Sebuah novel yang memang layak untuk dinikmati, baik dengan secangkir kopi hitam ataupun teh hangat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar